Anak-anak Kita Adalah Anak Panah yang Melesat Menggapai Cita-cita
“Tentang anak … Mereka ada padamu tapi bukan hakmu. Berikan mereka kasih sayangmu. Tapi jangan paksakan bentuk pikiranmu” -Kahlil Gibran-
Narasi tersebut sengaja saya kutip untuk kembali mengingatkan bahwa anak bukanlah bentuk kepemilikan. Seorang anak tumbuh dan hidup dengan cara dan mimpi akan masa depannya sendiri. Kebanyakan orang tua bermimpi besar kepada anaknya di masa depan. Akan tetapi secara tidak sengaja orang tua terus melucuti ukuran “mimpi yang besar” dengan kehidupan serta logika mereka di masa lalu. Beberapa anak menjadi tidak sadar bahwa jati dirinya telah dikemudikan.
Bukan salah orang tua ataupun kesalahan sang anak yang tidak menyadarinya. Justru fenomena tersebut adalah bentuk kewajaran orang tua yang menaruh harap dan keinginan besar pada anak. Orang tua boleh saja menginginkan sesuatu kepada anaknya. Namun yang harus dihindari adalah sebuah pemaksaan kehendak orang tua terhadap anak. Itulah sebabnya Kahlil Ghibran menuliskan bait puisi yang sarat akan makna, sekadar untuk mengingatkan bahwa sebagai orang tua, mereka harus memberikan kebebasan berpikir dan bertindak kepada anaknya. Hal tersebut bertujuan agar anak mampu menciptakan suatu kreativitas yang hebat. Relasi orang tua dan anak diibaratkan busur dan anak panah. Orang tua sebagai busur maka harus kuat dan kokoh sedangkan anak panah adalah anak kita. Ketika busur melesatkan anak panah, ia mampu mencapai sebuah target yang diinginkan.
Satu hal yang ingin saya tegaskan kepada banyak orang tua di dunia ini, sejatinya tidak ada cita-cita warisan. “Dulu bapak ingin jadi dosen lho, adik mau gak nyoba daftar dosen ?”, kata-kata tersebut sering saya temui dalam lingkungan saya sendiri. Disini, saya hadir menjadi bagian dari anak yang ingin suaranya didengar dan dipahami, bukan terus dituntut mewujudkan mimpi dalam jerat cita-cita warisan. “Kami punya alam pemikiran sendiri, bukan kami menentang, akan tetapi kami begitu ingin mengenal diri sendiri. Ayah, Ibu, berikan kami kesempatan bertemu dengan jati diri kami dimasa depan. Kami ingin hidup disana, bukan justru menepi dan terus menghindar. Sebab kami menerima bahwa kehidupan tidak berjalan mundur, pun tidak tenggelam di masa depan.” Semoga anak Indonesia berkesempatan tumbuh dalam perasaan disayangi dan dipahami. Selamat Hari Anak Nasional. [TA/KKN-M/ANT]