Menyambut Kebijakan Merdeka Belajar, Prodi Antropologi Mengadakan Kegiatan Temu Stakeholder 2020
Dalam rangka menyongsong implementasi program Merdeka Belajar Kampus Merdeka, Program Studi Antropologi Universitas Brawijaya (UB) mengadakan kegiatan Temu Stakeholder bersama lembaga perguruan tinggi serta OPD (Organisasi Perangkat Daerah) pada 26 Agustus 2020 secara daring. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Dr. Drs. Amirudin, M.Si., Ketua Program Studi Antropologi FIB Universitas Diponegoro (UNDIP), Dr. Dra. Ni Made Wiasti, M. Hum., Ketua Program Studi Antropologi FIB Universitas Udayana (UNUD), Dra. Rr. Andayoen Sri Afriana, M.A.P., Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang dan Drs. Siswanto, M.M., Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lumajang serta dosen Program Studi Antropologi. Tujuan Kegiatan Temu Stakeholder bermuara pada perbaikan kurikulum hingga membangun kerjasama dengan berbagai instansi. Kegiatan yang berlangsung dalam FGD (Diskusi Kelompok Terfokus) ini dibagi menjadi dua sesi yang seluruhnya dipandu oleh salah satu dosen Prodi Antropologi yakni Manggala Ismanto, M.A.
Kegiatan sesi ke-1 berlangsung antara Program Studi Antropologi bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Lumajang. Diskusi dibuka oleh paparan profil dan kegiatan Tri Dharma program studi yang disampaikan ketua Program Studi Antropologi UB, Siti Zurinani, M.A. Dari sisi akademis program studi berupaya menyusun kurikulum yang mampu membekali mahasiswa dalam melakukan penelitian dan mempublikasikan produk penelitian. Selanjutnya, paparan kondisi terkini program pusat (Pemajuan Kebudayaan) maupun daerah yang disampaikan Dra. Rr. Andayoen Sri Afriana, M.A.P., Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang. “Untuk naskah akademik kurang, bila berkenan mahasiswa dikerahkan dalam rangka membuat naskah akademis, penyusunan skripsi diarahkan budaya lokal Kota Malang, sangat kami harapkan. Untuk WBTB (Warisan Budaya Tak Benda) Kota Malang sangat kurang. Sangat kurang sekali” tutur Andayoen.
Adapun kegiatan sesi ke-2 berlangsung diskusi antar sesama prodi Antropologi dari tiga perguruan tinggi negeri berbeda yakni UB, UNDIP dan UNUD. Sejauh ini telah ada kerjasama MoU-MoA univ dan fakultas antara UB dengan UNDIP dan UNUD. Dalam kesempatan ini, forum hadir untuk membangun kesepakatan serta koordinasi lebih lanjut terkait program Kampus Merdeka. Untuk diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar yang ditujukan bagi pendidikan tinggi bertajuk Kampus Merdeka. Terdapat empat paket kebijakan salah satunya adalah hak belajar 3 semester di luar prodi. Melalui kebijakan ini, mahasiswa memiliki fleksibilitas untuk mengambil kelas di luar prodi dan kampusnya. Kegiatan yang dapat dilakukan mahasiswa di luar prodinya adalah: magang atau praktik kerja di industri atau organisasi nonprofit, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, terlibat dalam proyek desa, wirausaha, riset, studi independen, kegiatan mengajar di daerah terpencil, dan kegiatan lainnya yang disepakati dengan program studi. Namun demikian, kebijakan ini tidak berlaku pada mahasiswa pada prodi bidang kesehatan.
Ketua program di masing-masing perguruan tinggi yakni UB, UNDIP dan UNUD saling memaparkan desain kurikulum program studi Antropologi serta rencana implementasinya. Ketiga perguruan tinggi pun tengah merancang serta bersiap menerapkan program Kampus Merdeka. Sebagai misal, UNDIP yang memulai menerapkan program Kampus Merdeka pada semester ganjil yang akan datang. “Political will rektorat (UNDIP) kuat sepakat melaksanakan kurikulum merdeka 2020 […] Kemerdekaan mahasiswa penting karena relevansi dengan memperkuat soft skill mahasiswa dalam menulis skripsi, kesiapan memasuki pasar kerja” tutur Amirudin saat memaparkan kurikulum Antropologi UNDIP.
Selanjutnya salah satu pembahasan mengarah pada model blok pembelajaran di luar perguruan tinggi, yakni mahasiswa dapat mengambil semester satu, dua dan tiga dilaksanakan di program studi asal, sedangkan semester empat mahasiswa dapat mengambil pada program studi lain tetapi masih di dalam kampusnya, selanjutnya semester lima dan enam diambil di luar kampus. Hal ini mengisyaratkan bahwa sasaran matakuliah (lintas universitas) yang ditawarkan harus memiliki daya tarik terhadap mahasiswa sehingga harus ditunjukkan bagaimana perbedaan matakuliah (antropologi) yang sama di universitas berbeda. Selain itu, ada pula model konversi matakuliah. Kegiatan Temu Stakeholder ini merupakan awal pembahasan ketiga program studi antropologi. Menjelang percepatan penerapan atas kebijakan pusat, ke depan tiga program studi ini segera membangun komunikasi intensif. [HAR/D/ANT]