Pencapaian Inas Amila Syafiqoh dalam Penelitian Krecek Bung yang Menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) oleh Kemdikbudristek
Jakarta, 19-23 Agustus lalu, Krecek Bung Lumajang sebagai Warisan Budaya Takbenda dalam Sidang Penetapan WBTb yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Dalam penentuan ini, penelitian skripsi salah satu mahasiswa Antropologi dijadikan sebagai bukti dukung tertulis. Penelitian itu dilakukan oleh Inas Amila Syafiqoh dari Antropologi 2019.
Krecek Bung merupakan olahan masakan khas yang memiliki bahan baku tunas bambu atau disebut rebung. Cara menyiapkan hidangannya cukup khas karena melalui pengawetan alami yaitu pengeringan dengan sinar matahari seperti yang dilakukan di Desa Sumbermujur dan pengasapan yang dilakukan di Desa Pasrujambe. Rebung yang sudah melalui proses pengawetan itu sendiri akhirnya dimasak dengan cara dibuat krecek atau disantan kuah pedas. Berdasarkan hasil penelitian, kenapa masyarakat Kab. Lumajang melakukan proses ini dalam penyajian rebung itu ada sejarahnya yang bermula dari adanya krisis pangan di mana pada saat itu yang tumbuh hanyalah bambu atau rebung, akhirnya masyarakat beradaptasi dengan kondisi sulit itu dan mampu menghasilkan kreasi hidangan yang tidak hanya enak namun bahan dasarnya juga bisa tahan untuk waktu yang cukup lama.
Niat Inas untuk melakukan penelitian di Kab. Lumajang tidak muncul begitu saja. Pada awalnya, yang mengusulkan untuk melakukan penelitian pada Krecek Bung ini merupakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lumajang, tepatnya Ibu Mayfa yang merupakan Staf Kebudayaan di Bidang Kebudayaan dan Pendidikan Masyarakat. Pada saat itu, Dikbud Kab Lumajang memang mencari mahasiswa yang mau mengangkat topik lokal agar nantinya bisa didaftarkan sebagai WBTb. Krecek Bung menjadi salah satu topik yang masuk di daftar tersebut. Inas melakukan penelitian di Kabupaten Lumajang selama kurang lebih 3 bulan di Kabupaten Lumajang di dua desa yaitu Desa Sumbermujur, Kec. Candipuro dan Desa Pasrujambe, Kec. Pasrujambe. Penelitian tersebut tidak hanya dilakukan untuk mengambil data skripsi, tetapi juga dikonversi sebagai MBKM dengan jumlah 21 SKS yang diambil pada semester 7.
Tentunya, dalam penelitian ini Inas mengalami beberapa tantangan. Inas yang merupakan mahasiswi asli Malang diharuskan tinggal sendirian selama berbulan-bulan di Lumajang, tempat yang cukup jauh dari tempat tinggalnya. Menentukan ia akan tinggal di mana dan makan apa bukanlah sesuatu yang mudah. Namun, akhirnya Inas bertemu dengan Bu Mujiyem yang menjadi ibu semang selama penelitian di Sumbermujur. Selain itu, ada juga Pak Trubus yang merupakan teman dari kerabatnya sehingga memudahkan penelitian di Pasrujambe. Tantangan lainnya dari jarak adalah ketika ia diharuskan untuk mengikuti konferensi ISCS (International Seminar on Cultural of Sciences of Brawijaya) di Malang, sehingga mengharuskan ia melakukan perjalan PP Malang-Lumajang selama 8 jam menggunakan bus. Selain itu, untuk mempersiapkan ISCS, Inas juga perlu mempublikasikan jurnal.
Namun selain itu tentunya ada hal-hal yang perlu disyukuri juga. Dikarenakan masyarakat sudah mengetahui relasi Inas dengan Dikbud, warga amat terbuka dan kooperatif pada Inas selama masa penelitian. Dari segi bahasa, Inas sudah terbiasa menggunakan bahasa Jawa Alus, jadi tidak ada hambatan ketika berkomunikasi dengan warga setempat.

Untuk pengajuan WBTb sendiri, melalui Ibu Mayfa, skripsi Inas tidak serta-merta langsung menjadi bukti dukung. Ketika Dikbud Kab. Lumajang pertama kali mengajukan WBTb pada Mei 2023 dan pengajuannya ditolak, sehingga harus melakukan revisi pada berkas-berkas yang disyaratkan. Baru pada sekitaran awal 2024 kemarin dicoba lagi sehingga akhirnya Krecek Bung Kabupaten Lumajang ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda.
Inas meninggalkan pesan terutama untuk sesama mahasiswa Antropologi Universitas Brawijaya,
“Jangan takut melangkah ke sesuatu yg belum dicoba. Setelah dicoba, langkahnya gak seberat itu setelah dilakukan dengan hati yang ikhlas.”
(AR/DV)