Mengulas Bissu dan Kompleksitas Gender dalam Kelas Tubuh, Gender, dan Seksualitas bersama Feby Triadi, M.A.
Gender sebagai konstruksi sosial menjadi bahan diskusi yang tidak ada habisnya. Kelas Tubuh, Gender, dan Seksualitas yang diampu oleh Nabila B. Nayyirah, M.A. melaksanakan kelas terbuka pada Jumat, 22 Maret 2024. Pertemuan spesial ini mengundang Feby Triadi, M.A. sebagai dosen tamu. Dengan pengalamannya sebagai dosen Universitas Cahaya Prima Bone dan advokator sekaligus peneliti Bissu, Feby menjelaskan masyarakat Bugis mengakui eksistensi lima gender, yaitu makkunrai, oroani, calalai, calabai,dan yang lebih khusus, Bissu. Ia menganalogikan kelima gender ini seperti lima jari dimana posisi Bissu lebih tinggi dari gender yang lain karena historisnya sebagai perangkat kerajaan dan peran kultural sebagai pendeta Bugis kuno. Uniknya, Bissu dan kelima gender merupakan fenomena yang diakui oleh masyarakat lokal. Lebih lanjut, kelas membahas karakteristik Bissu, modal sosial, hubungannya dengan pelestarian lingkungan hidup, hingga konsep Bissu dan wacana LGBTQ+.

Kelas dilaksanakan secara daring dengan peserta mencapai 53 orang. Meskipun tidak bertemu langsung, sesi diskusi dipenuhi dengan mahasiswa/i yang antusias bertanya. Beberapa pertanyaan tersebut merujuk pada konteks Bissu di zaman modern, hubungannya dengan masyarakat lokal, hingga perspektif agama dalam rekognisi eksistensi Bissu hari ini.
Pengalaman belajar langsung tentang fenomena dari Feby selaku praktisi memberikan pengalaman baru bagi mahasiswa/i antropologi. Kelas ini menjadi sarana diskusi serta refleksi tentang perspektif gender. Dengan mempelajari eksistensi kelima gender yang ada di Bugis, studi tentang gender menjadi sesuatu yang lebih kompleks dan tidak terkotak-kotakkan dalam konstruksi sosial yang selama ini hidup di tengah masyarakat.
