Mahasiswa Antropologi Terlibat dalam ‘Pelatihan Penggerak Desa Sekolah Keragaman 2’ di Desa Selorejo

Kamis, 30 Maret 2023. Mahasiswa Antropologi terlibat dalam kegiatan pengabdian masyarakat yang digawangi oleh kelompok kajian Wargakarta berupa pelatihan Penggerak Desa di Desa Selorejo, Kabupaten Malang. Kegiatan ini dihadiri oleh 40 orang penggerak desa dari Selorejo, yang terdiri dari berbagai kalangan, usia, dan gender.

Tahun ini Sekolah Keragaman menyasar desa-desa di Malang Raya yang memiliki praktik baik berlandaskan pada keragaman dan kesatuan masyarakatnya. Terdapat sebanyak 5 desa yang menjadi percontohan dan memiliki praktik baik di Malang Raya, di antaranya: (1) Desa Mangliawan, yang telah memiliki praktik baik dalam melestarikan air di wilayahnya; (2) Desa Mojorejo, terdapat kerukunan beragama sebagai bentuk praktik baik dari keragaman; (3) Desa Pujon, dengan praktik pengelolaan sampah; (4) Desa Jambuwer, terdapat praktik Bersih Dusun; terakhir (5) Desa Selorejo, yang melakukan pelestarian hutan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakatnya.

Masing-masing desa memiliki praktik baik yang dilandasi oleh keajegan masyarakat yang juga mencerminkan aspek keragaman. Selain itu aspek harmoni atau keselarasan tidak hanya muncul dalam bentuk hubungan manusia dengan manusia, melainkan juga hubungan antara manusia dengan non-manusia (alam dan lingkungan). Program Sekolah Keragaman tidak hanya memfokuskan pada dokumentasi praktik baik, tetapi juga mendorong masyarakat agar secara aktif menyebarluaskan praktik baik desa untuk guyub rukun warga agar menjadi contoh bagi wilayah lain.

Dalam kegiatan yang diselenggarakan sore hari menjelang berbuka puasa, mahasiswa antropologi dilibatkan sebagai panitia sekaligus sebagai pembelajar. Mereka tidak hanya diberi tugas untuk mendukung berlangsungnya kegiatan, tetapi juga diajak untuk mempelajari substansi program berupa praktik baik di desa-desa yang ada di Malang Raya. Seperti praktek pelestarian hutan di Selorejo dalam bentuk ‘selametan alas’ atau juga yang disebut sebagai ‘ritual memetriwono’, berupa kegiatan warga desa yang dilakukan sebagai rasa syukur atas berlimpahnya sumber daya alam dari hutan. Selain itu, menjaga hutan juga dilakukan dalam bentuk menjaga mata air, penanaman pohon, penanaman patok, dan tidak menebang sembarangan. Semua itu dilakukan karena warga Desa Selorejo menyadari pentingnya hutan bagi kehidupan, serta bahaya yang mengancam jika hutan tidak dijaga.

Selain itu mahasiswa juga dilibatkan untuk memahami bagaimana antropologi dapat diterapkan dalam pengabdian masyarakat. Secara metode, antropologi memiliki pendekatan yang khusus dalam melihat masalah yang ada di masyarakat. Selain itu, kecakapan mahasiswa dalam berinteraksi dengan masyarakat juga turut diasah dalam kegiatan ini.