Diskusi dan Workshop Penelitian Aksi untuk CSR dan Pemberdayaan Masyarakat Bersama Prof. Dr. Bambang Hudayana, M.A. di Antropologi Brawijaya

14 Januari 2024 – Antropologi FIB Universitas Brawijaya, menyelenggarakan diskusi dan workshop bertajuk “Penelitian Aksi untuk CSR dan Pemberdayaan Masyarakat,” oleh Prof. Dr. Bambang Hudayana, M.A. Kegiatan ini membahas secara mendalam peran riset aksi sebagai jawaban untuk memecahkan berbagai permasalahan sosial di Indonesia, dengan menelaah tren pembangunan serta bagaimana riset aksi dapat diintegrasikan dalam arus pembangunan.

Prof. Bambang membuka diskusi dengan menyoroti sejarah kelahiran pusat-pusat studi di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada era pembangunan, terutama pada tahun 1970-1990. Pada masa itu, pembangunan dianggap sebagai prioritas nasional yang memerlukan dukungan ilmu pengetahuan, termasuk dari ilmu sosial. Pemerintah mengandalkan penelitian untuk memetakan hambatan sosial budaya, menilai kelayakan sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta mendukung agenda pembangunan negara.

Dalam paparannya, Prof. Bambang mengkritisi kejenuhan yang melanda model penelitian terapan. Penelitian yang mengaku terapan sering kali hanya berhenti pada rekomendasi dan gagal menjawab kebutuhan nyata masyarakat. Program pembangunan yang dihasilkan sering kali tidak memiliki roadmap yang jelas untuk diimplementasikan oleh kelompok sasaran. Penelitian terapan juga dianggap terlalu lekat dengan agenda kapitalisme dan negara, yang menjadikannya kurang berpihak pada masyarakat. Dalam praktiknya, pendekatan partisipatif sering diabaikan, sehingga hasilnya tidak memberikan dampak yang signifikan bagi kelompok yang menjadi sasaran.

Riset aksi, menurut Prof. Bambang, menawarkan pendekatan yang lebih inovatif dan solutif. Dengan membangun relasi yang setara antara peneliti dan masyarakat, riset aksi tidak hanya mengidentifikasi masalah, tetapi juga mencari solusi bersama. Dalam konteks pasar bebas dan neoliberalisme, riset aksi dapat menjadi alat untuk memperbaiki relasi antara masyarakat dan industri, sekaligus menciptakan keadilan sosial.

“Riset aksi menantang kecerdasan peneliti untuk menciptakan inovasi solusi,” ujar Prof. Bambang. Pendekatan ini membutuhkan keberanian peneliti untuk terlibat secara langsung dan habis-habisan bersama warga, menjadikannya alat yang efektif untuk memberdayakan masyarakat.

Diskusi juga menyoroti perbedaan mendasar antara penelitian terapan dan penelitian aksi. Penelitian terapan cenderung berorientasi pada kepentingan pemberi dana dan berbasis pada metode tekstual. Sebaliknya, penelitian aksi lebih berfokus pada pemberdayaan subjek, dengan mengutamakan pendekatan yang partisipatif dan solutif.

“Penelitian aksi adalah alat untuk mewujudkan keadilan sosial,” tegas Prof. Bambang. Pendekatan ini menempatkan masyarakat sebagai mitra aktif, bukan sekadar objek penelitian.

Dalam konteks CSR (Corporate Social Responsibility) dan pemberdayaan masyarakat, riset aksi menawarkan peluang untuk menciptakan program-program yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Dengan melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses penelitian dan implementasi, riset aksi dapat memastikan bahwa program CSR tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan, tetapi juga membawa dampak nyata bagi komunitas lokal.